Takdir Cinta yang Ditulis Ibu dalam Film Santri Pilihan Bunda 1: Kisah Antara Taat, Cinta, dan Cita-Cita dalam Dunia Santri

Poster Series Santri Pilihan Bunda | Foto: vidio.com

Dalam film Santri Pilihan Bunda season 1, menyajikan banyak hal yang dapat menjadi pembelajaran bagi penonton. Nilai keagamaan, cinta, keluarga, dan cita-cita dikemas dengan baik dalam film ini. Bukan hanya kisah percintaan yang didapat, tetapi nilai keagamaan dan nilai mendidik lain tentunya juga diajarkan dalam film ini. Nilai-nilai religi dengan dinamika kehidupan modern berhasil digabungkan, khususnya di kalangan Generasi Z.

Film Santri Pilihan Bunda season 1 telah membawa penonton dalam perjalanan yang penuh emosional dan nilai sosial seorang santri yang menghadapi kehidupan penuh dengan pilihan dan tantangan. Takdir cinta dalam kisah ini tidak hanya tentang hubungan asmara remaja, melainkan tentang restu dan naluri seorang ibu untuk menentukan cinta dan kehidupan yang tepat bagi seorang anak. Banyak harapan dan pengorbanan seorang ibu dalam meyakinkan dan mengarahkan putrinya menemukan jodoh yang terbaik menurut syariat islam. Kisah dalam film ini merenungi bagaimana ketaatan, cinta, dan cita-cita yang saling beriringan dan tidak dipisahkan dalam perjalanan hidup para tokoh.

Nilai religius dan nilai moral dalam kehidupan juga diulas dalam film ini. Seorang ayah juga berperan penting dalam kehidupan anak perempuannya. Dalam film ini, peran seorang ayah tidak terlihat menonjol. Namun, penting sebagai penengah sekaligus penyeimbang dalam pengambilan keputusan. Peran ayah tidak hilang dalam menentukan arah hidup seorang anak perempuan dan selalu mengusahakan yang terbaik bagi keluarga.

Taat kepada orang tua menjadi pondasi utama dalam menentukan pilihan antara cinta maupun cita-cita. Pentingnya nilai ketaatan kepada orang tua digambarkan secara penuh dalam film ini, khususnya ibu, dalam menciptakan karakter anak yang tidak mudah terpengaruh hal buruk dalam kehidupan di lingkungan yang modern. Naura Ayu yang berperan sebagai Aliza, menjadi tokoh utama dalam film tersebut yang harus patuh kepada sang ibu yang telah memilihkan jalan hidup untuknya. Mira Mahira, ibunda Aliza yang diperankan oleh Sarah Sechan menggambarkan sosok ibu yang berhati mulia dan penuh perhatian, meskipun dalam film ia cerewet. Nilai ketaatan yang tercemin dalam film ini menjadi perilaku yang mencerminkan penghormatan untuk memperoleh kebahagiaan hidup yang lebih besar, meskipun harus mengorbankan cita-cita dan keinginan pribadi.

Munculnya masa lalu Kinaan sebagai ketua geng motor telah menciptakan cerita yang lebih kompleks. Penggambaran konflik batin pada setiap tokohnya menjadi kelebihan tersendiri dalam film ini. Sang tokoh utama, Aliza digambarkan sangat manusiawi, taat tapi bergulat, dan sabar tapi sesekali juga dapat rapuh. Ketika cinta muncul di tengah tuntutan orang tua dan harapan pondok, film ini tidak mencoba untuk menyederhanakan permasalahan dengan jalan pintas. Namun, film ini mengajak penonton untuk memahami bagaimana pilihan yang terlihat kecil memiliki dampak besar dalam kehidupan santri.  Peran Aliza mencerminkan realita para perempuan bahwa hidup dalam struktur sosial yang ketat, namun tetap menyimpan keinginan untuk menentukan arah hidup sendiri. Peran Zero yang antagonis di season 1 ini berhasil memancing emosi para penonton karena sifat dan perilakunya yang cerdik dan kasar dengan pacarnya, Aliza.

Seluruh rangkaian adegan dan konflik yang terjadi pada film ini berhasil menggabungkan tema ketaatan, cinta, dan sebuah cita-cita yang dikemas dengan baik dalam alur cerita yang menarik. Munculnya konflik antara kehendak orang tua dan keinginan pribadi anak perempuannya yang mencerminkan dilema kehidupan para generasi muda saat ini. Oleh karena itu, film ini sangat sesuai dengan bagaimana kehidupan anak muda zaman sekarang.

Pasangan suami istri yang diperankan oleh Fadi Alaydrus dan Naura Ayu ini berhasil menggugah perasaan cinta penonton karena mereka berhasil membangun chemistry yang kuat di antara keduanya sebagai pasangan suami istri muda. Fadi, sang tokoh utama juga, ia berhasil memerankan sosok Kinan dengan baik, tenang, dan dewasa sehingga mampu mengundang simpatik para penonton terhadap karakter yang diperankannya. Para tokoh utama mampu menyampaikan kegalauan dan keteguhan hati dengan baik menggunakan gesture yang sederhana namun efektif. Acting para pemainnya tidak terlalu spektakuler, namun terasa sangat tulus dan hangat. Cerita dalam film ini terasa sangat dekat karena acting yang tidak berlebihan.

Terdapat kekurangan dalam visualnya, yaitu banyak ruang yang kosong. Namun, warna-warna dalam visualnya terlihat netral sehingga memberikan kesan yang lebih kuat bahwa dunia santri adalah dunia yang sunyi tapi memiliki makna yang indah dan mendalam. Tokoh pendukung dalam film ini kurang eksplorasi karena hanya terasa satu dimensi. Karakter ibu yang menjadi pusat “takdir” sang anak digambarkan terlalu ideal, nyaris tanpa cela, yang mengakibatkan konflik tidak dua arah. Film ini akan lebih menarik jika memberikan ruang lebih banyak bagi ibu untuk mengalami perubahan atau dilema batin.

Pada era modern yang didominasi oleh Generasi Z, film yang mengangkat tema ta’aruf atau perjodohan secara islami sebenarnya cukup sulit untuk dapat diterima dengan baik oleh para Generasi Z. Namun, faktanya film ini mengundang banyak perhatian para Generasi Z di era modern karena alur ceritanya yang tidak membosankan dan peran para tokoh yang sesuai dengan perkembangan zaman modern. Proses ta’aruf dan perjodohan disajikan dalam konteks modern sehingga dapat memberikan wawasan mengenai bagaimana nilai-nilai tradisional dan keagamaan dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Film ini bukan semata hanya untuk menghibur, tetapi juga memberikan pembelajaran berharga mengenai ketaatan, percintaan, dan cita-cita yang dimiliki. Film ini cocok untuk disaksikan bersama keluarga karena mengajarkan nilai kekeluargaan, di mana dapat menjadi jembatan antara generasi tua dan generasi muda dalam memahami pentingnya komunikasi. Secara keseluruhan, film ini berhasil menyentuh ranah spiritual dan emosional para penonton tanpa menggurui.


Penulis: Anindya Chesta Faustinalahir di Purworejo, 13 Februari 2006. Mahasiswa Sarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Seseorang yang memiliki kepribadian introvert, namun selalu berusaha untuk menjadi manusia ekstrovert dan mudah bergaul dengan banyak orang baru. Memiliki kebiasaan melakukan self-reward setelah melakukan atau menyelesaikan hal-hal besar maupun kecil, meski nyatanya lebih banyak melakukan self-reward dibandingkan pencapaian yang didapat. 

Instagram
Email

Editor: A.

Posting Komentar untuk "Takdir Cinta yang Ditulis Ibu dalam Film Santri Pilihan Bunda 1: Kisah Antara Taat, Cinta, dan Cita-Cita dalam Dunia Santri"