24 Jam Menari: Kala Tubuh Menolak Diam

 

Gambar diolah oleh A.

Solo terkenal sebagai kota budaya, berbagai tradisi Jawa masih sangat melekat di kota ini. Kekayaan budaya seperti tarian, batik, serta upacara adat masih menjadi hal yang mewarnai Kota Solo. Dalam rangka peringatan Hari Tari Sedunia pada 29 April, banyak event yang digelar. Salah satu event yang menarik perhatian saya adalah event 24 jam menari.

Hal yang saya pikirkan pertama kali ketika mendengar event ini adalah apakah mereka benar-benar menari 24 jam tanpa henti? Bagaimana bisa?

Bahkan banyak media massa yang meliput secara langsung dan menyiarkan event 24 jam menari ini. Berbagai cuplikan agenda yang ditayangkan di media sosial juga mencuri perhatian para khalayak. Tidak sedikit dari mereka yang menanyakan bagaimana para penari ini menjalani aktivitas lain seperti makan, mandi, dan beribadah.

Event di Kota Solo memang tidak ada hentinya, bahkan hampir setiap hari kota kecil ini menyelenggarakan berbagai event yang cukup menarik perhatian. Kemarin tanggal 29 April 2025 dalam rangka peringatan Hari Tari Sedunia, salah satu event yang diadakan di Kota Solo adalah event 24 jam menari. Event 24 jam menari tanpa henti ini berlokasi di Kampus 1 Institusi Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Event ini sudah menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan sejak tahun 2006 di Kampus ISI Surakarta.

Tema yang diusung dalam Hari Tari Sedunia di Kampus ISI Surakarta yang ke 19 yaitu 24 jam menari di Negeri Seribu Kerajaan: “Land of Thousand Kingdoms”. Tema tersebut sebagai perayaan atas keberagaman suku, tradisi, adat istiadat, dan seni yang mendorong persatuan dalam negeri kita. Dengan tema yang diusung pada tahun ini, event tersebut menyajikan kekayaan akan budaya, sejarah dan warisan dari kerajaan di Nusantara melalui berbagai tarian.

Agenda ini dimulai pada tanggal 29 April 2025 pukul 06.00 WIB sampai 30 April 2025 pukul 06.00 WIB. Ada banyak sanggar dan kelompok tari yang ikut berpartisipasi dalam event ini. Tentunya selama 24 jam mereka menari secara bergantian. Para penari secara bergantian menari di panggung yang berbeda pula. 

Ada 4 panggung festival yang menampilkan berbagai pentas yang berbeda dari berbagai sanggar dan kelompok tari. Berdasarkan tema yang diusung, tarian yang ditampilkan juga menunjukkan tarian dari berbagai daerah di Nusantara, seperti Tari Gambyong Mudhatama dan Tari Serimpi Mandrarini dari Jawa Tengah, Tari Legong Maha Saraswati dari Bali, Tari Gendro dari Jawa Timur, dan tarian daerah lainnya.

Tentu event ini bisa dikatakan 24 jam menari tanpa henti, sebab selain dari berbagai sanggar dan kelompok tari yang menampilkan tarian mereka secara bergantian, ada beberapa penari yang memang menari selama 24 jam tanpa henti. Pastinya penari yang menari selama 24 jam adalah penari yang memang sudah dipilih. Para penari ini tentu sudah memiliki pengalaman dan merupakan seniman professional. Bahkan beberapa di antara mereka telah masuk ke dunia tari sejak mereka masih di usia dini. Fisik mereka tentu sudah terlatih, sebab menari ialah aktivitas fisik yang mirip seperti olahraga.

Pada tahun ini terdapat 7 penari yang menari selama 24 jam tanpa henti. Awalnya saya sedikit ragu apakah mereka benar-benar menari selama 24 jam, tapi setelah menyaksikan mereka dan beberapa tayangan dari platfrom digital, ternyata mereka memang menari selama 24 jam tanpa henti. Saya sangat terkesima dengan penampilan para penari tersebut, mereka bisa mengatur gerak tubuh seraya menjalankan aktivitas lain seperti makan, mandi, dan yang lainnya.

Para penari tentu diberi kesempatan untuk menjalankan aktivitas mereka, salah satunya dalam beribadah. Panitia event mengatakan bahwa para penari diizinkan untuk berhenti menari dan menjalankan ibadah mereka terlebih dahulu. Namun saat menjalankan aktivitas lain seperti makan dan mandi, mereka masih tetap menggerakkan anggota badan mereka walaupun tidak secara keseluruhan. Bisa dikatakan selama 24 jam tersebut, mereka melakukan seluruh aktivitasnya seraya menari.

Setiap gerakan tari yang penuh makna, menciptakan keindahan yang tak terduga.  Kebudayaan di Kota Solo memang masih sangat melekat hingga menjadikannya sebagai daya tarik tersendiri bagi kota kecil ini. Berbagai makanan tradisional, upacara adat, dan berbagai tradisi bisa kita jumpai di sini. Tidak heran jika Kota Solo menjadi salah satu pilihan destinasi wisata bagi para pendatang.


Penulis: Pratikta Ayu Anggia Rizqilahir di Wonogiri, 15 Juli 2006. Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Instagram: @prktanggiie_.

Editor: Rudi Agus Hartanto

Posting Komentar untuk "24 Jam Menari: Kala Tubuh Menolak Diam"