Film True Story: Filmmaker Indonesia Kekurangan Ide?
![]() |
Gambar diolah oleh A. |
Belakangan ini, film yang berdasarkan pada kisah nyata atau true story menjadi perbincangan hangat dalam dunia perfilman dan juga masyarakat Indonesia. mulai dari film dengan genre romantis, horor, hingga kisah yang menginspirasi. Namun, perlu diingat bahwa film yang berdasarkan pada kisah nyata atau true story ini sebenarnya sudah lama diangkat oleh para filmmaker Indonesia, contohnya seperti Habibie & Ainun (2012), Laskar Pelangi (2008), dan masih banyak lagi. Tetapi belakangan ini, film yang mengangkat kisah nyata mulai menjadi perbincangan yang ramai di masyarakat, mengapa hal ini terjadi? dan apakah filmmaker Indonesia memanfaatkan kisah orang lain untuk keperluan tayangan karena kekurangan ide?
Kisah Nyata Lebih Diminati Masyarakat?
Film
yang berdasarkan pada kisah nyata atau true
story ini biasanya lebih diminati oleh masyarakat Indonesia. Karena
masyarakat Indonesia merasa ada keterlibatan emosional yang kuat. Cerita dalam
film yang mereka tonton, memberikan kedekatan tersendiri yang dapat mereka
rasakan. Dan hal ini tidak dapat dirasakan ketika mereka menonton film fiksi.
Kedekatan tersebut dapat dirasakan ketika penonton menyadari bahwa tokoh dalam
film tersebut pernah hidup, menderita hingga keluar dari penderitaan tersebut.
Sehingga feel menonton terasa lebih
bermakna.
Di
Indonesia sendiri film yang berdasarkan pada kisah nyata atau true story sudah terbilang cukup menarik
perhatian masyarakat, hal ini dapat dilihat dari beberapa film yang diangkat
dari kisah nyata sudah berhasil meraih kesuksesan di box office, seperti KKN di Desa Penari (2022), Laskar Pelangi (2008), hingga Vina: Sebelum 7 Hari (2024).
Film yang Berdasarkan Kisah Nyata Mulai Menjadi
Perbincangan?
Film yang diangkat dari kisah nyata
sebenarnya sudah ada sejak dulu, seperti film Habibie & Ainun (2012),
Laskar Pelangi (2008). Namun, mengapa baru beberapa tahun terakhir film
berdasarkan kisah nyata menjadi perbincangan hangat di masyarakat Indonesia
khususnya para penikmat film?
Kemajuan
teknologi menjadi faktor penting dalam hal ini. Karena, dalam beberapa tahun
terakhir film yang mengangkat kisah nyata diambil dari kisah yang tengah viral di sosial media baik dari platform
seperti TikTok maupun X. Hal ini lah yang mengakibatkan film true story menjadi perbincangan hangat
di kalangan masyarakat Indonesia khususnya penikmat film. Karena, sosial media
sendiri dapat dijangkau oleh banyak orang. Sehingga, lebih banyak orang juga
yang penasaran dengan kisah tersebut. Di sisi lain, mereka juga merasa dapat
melihat visualiasi dari kisah yang tadinya hanya dapat dibaca. Contoh kisah
yang tengah viral di sosial media dan
akhirnya difilmkan adalah KKN di Desa Penari (2022), Vina: Sebelum 7 Hari (2024), hingga yang
baru-baru ini menjadi perbincangan adalah Norma:
Antara Mertua dan Menantu (2025).
Namun sebaliknya, dahulu film berdasarkan kisah nyata hanya diangkat dari novel, hal ini yang membuat film berdasarkan kisah nyata kurang dilihat. Karena, novel sendiri jangkaunnya lebih sempit, hanya para penikmat novel saja yang membaca. Sehingga, lebih sedikit orang yang penasaran dengan kisah tersebut. Contohnya, seperti film Habibie & Ainun (2012) dan Laskar Pelangi (2008).
Filmmaker Indonesia Memanfaatkan Kisah Orang lain Untuk
Keperluan Tayangan?
Akhir-akhir ini banyak film yang
mengangkat kisah perselingkuhan, pembunuhan, hingga kisah pelecehan seksual.
Hal ini menuai banyak perdebatan di masyarakat Indonesia, ada masyarakat yang
setuju cerita tersebut di filmkan, agar dapat dijadikan bahan pembelajaran.
Namun, ada juga masyarakat yang tidak setuju bila cerita tersebut di filmkan,
karena alasan simpati terhadap korban dan keluarga. Contoh film yang sempat
menuai perdebatan adalah film Vina:
Sebelum 7 Hari (2024).
Apakah Dramatisasi Diperlukan?
Saat ini, filmmaker Indonesia mempunyai beberapa pertimbangan penting yang
harus di pikirkan, antara harus membuat film yang benar-benar berdasarkan kisah
nyata, atau harus membuat film yang di dalamnya terdapat unsur dramatisasi
untuk kepentingan tayangan. Tentu hal ini juga dapat memunculkan perdebatan di
masyarakat. Terlebih lagi jika penonton tau bahwa film yang mereka tonton
terdapat unsur “dramatisasi”. karena,
dominan dari mereka mungkin sudah membaca novel, ataupun sekedar membaca cerita
yang tengah viral di sosial media.
Namun, di sisi lain dramatisasi diperlukan untuk sebuah film. Karena, pada
dasarnya film merupakan wujud karya seni visual yang menggabungkan unsur
kreatif.
Apakah Filmmaker Indonesia
Benar Kekurangan Ide?
Film yang mengangkat dari kisah
nyata atau true story bukan berarti
menandakan bahwa filmmaker Indonesia
kekurangan ide. Melainkan, para filmmaker
memiliki pilihan antara memproduksi film yang kemungkinan untuk diterima
oleh masyarakat lebih besar, atau memproduksi film fiksi yang belum dapat
dipastikan kemungkinan diterima masyarakatnya lebih besar atau lebih sedikit.
Tentu hal ini juga tidak terlepas dari usaha para filmmaker untuk terus bertahan di dunia perfilman.
Di
sisi lain, para filmmaker juga
memiliki tantangan untuk memproduksi sebuah film yang berdasarkan kisah nyata
sesuai dengan imajinasi para penonton saat mereka membaca ceritanya. Dengan ini
dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan film true story pun masih memerlukan ide dalam prosesnya. Sehingga, filmmaker Indonesia tidak dapat dikatakan
kekurangan ide.
Posting Komentar untuk "Film True Story: Filmmaker Indonesia Kekurangan Ide?"
Posting Komentar