Upaya Proses Pembersihan Nama?
![]() |
Gambar: Theo Traperta |
Fadli Zon selaku Kementerian Kebudayaan membuat proyek dalam dunia
historiografi. Historiografi seharusnya sebagai momentum untuk menciptakan
rekonsiliasi bangsa terhadap berbagai peristiwa di masa lalu, misalnya peristiwa
65 hingga 98. Menulis sejarah, khususnya sejarah nasional, bukan sekadar
aktivitas akademik atau intelektual semata, melainkan juga memiliki muatan
politis yang kuat. Isu-isu seperti asal-usul suatu bangsa, batas wilayah,
legitimasi kekuasaan, penetapan tokoh sebagai pahlawan nasional, identifikasi
pihak musuh dan korban, serta posisi para pengkhianat, penjahat, elite, dan
kelompok yang termarjinalkan telah lama menjadi bahan perdebatan, baik di
kalangan sejarawan maupun aktor politik.
Keterlibatan negara dalam penulisan sejarah telah dikritisi oleh para
sejarawan. Yang menyoroti bahwa narasi sejarah pada masa Orde Baru cenderung
dihilangkan; suara-suara yang dianggap mengganggu atau membahayakan kekuasaan
rezim saat itu. Tidak ada sejarah tentang krisis moneter 1997, peristiwa
Trisakti dan Semanggi, tentang aksi mahasiswa, tentang tuntutan dan agenda
reformasi, atau peristiwa kerusuhan Etnis Tionghoa dan turunnya Presiden ke-2
RI pada 1998 seperti yang bisa ditemukan pada buku sejarah yang sekarang
dipakai di sekolah-sekolah. Setelah Orde Baru jatuh, muncul sejumlah upaya
untuk menulis ulang sejarah yang mana masing-masing dengan persepsinya tentang
apa yang harus disorot dan mana yang harus dihapus. Seakan proyek ini adalah
upaya untuk membersihkan nama (?).
Tidak hanya pada saat akhir dari kepemimpinan Presiden ke-2 saja yang
dihilangkan. Beberapa sejarah lain sebelum tahun 98 juga banyak yang
dihilangkan. Saya akan mengutip beberapa sejarah yang dihilangkan versi
rangkuman dari Narasi.
- Kongres Perempuan
Indonesia 1928
- Pemberontakan
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia 1958
- Pembantaian massal
1965-1966
- Penembakan Misterius
(PETRUS) 1982-1985
- Penghilangan paksa
aktivis 1997-1998
Entah
kenapa banyak peristiwa-peristiwa penting yang dihilangkan. Beberapa di antara lain merupakan isu pelanggaran HAM
yang terjadi pada masa pemerintahan presiden ke-2. Kalau
boleh saya mencurigai, hal ini ada kaitannya dengan kepemimpinan Indonesia yang
sekarang. Yang lain dan tak
bukan adalah menantu dari Presiden ke-2. Mungkinkah penulisan sejarah ini ada
kepentingan yang disembunyikan? Harusnya penulisan sejarah ini harus lepas dari
kepentingan tertentu.
Sejarah seharusnya menyajikan apa yang benar-benar terjadi secara jujur dan
objektif mengenai peristiwa-peristiwa masa lalu. Sejarah tidak ditujukan untuk mengglorifikasikan
satu rezim atau kelompok secara berlebihan, melainkan untuk memberikan
pemahaman atas rangkaian peristiwa yang terjadi sesudahnya. Selain menyimpan kisah-kisah inspiratif, sejarah juga
merekam jejak penderitaan dan trauma masa lalu. Karena itu, apabila sejarah
ditulis ulang tanpa mempertimbangkan suara-suara dari kelompok yang tertindas,
maka alih-alih menjadi sarana pembelajaran dan pengingat, sejarah justru
berubah menjadi alat untuk melanggengkan stigma dan ketidakadilan terhadap
kelompok tertentu.
Penulis: Theo Traperta
Editor: A.
Posting Komentar untuk "Upaya Proses Pembersihan Nama?"
Posting Komentar