Film Inside Out 2: Merangkul Perubahan Emosi di Masa Remaja
![]() |
Gambar: Walt Disney Picture |
Masa remaja itu ibarat naik roller coaster. Banyak hal berubah mulai dari tubuh, perasaan yang naik turun, sampai cara kita memandang dunia. Pixar menggambarkan masa ini lewat Inside Out 2, film animasi yang disutradarai oleh Kelsey Mann dan tayang perdana pada 14 Juni 2024. Dalam film ini, kita kembali mengikuti kisah Riley Andersen, gadis berusia 13 tahun yang mulai memasuki masa pubertas.
Film ini merupakan kelanjutan dari Inside Out (2015), yang memperkenalkan lima karakter emosi di dalam pikiran Riley yaitu Joy (bahagia), Sadness (sedih), Anger (marah), Fear (takut), dan Disgust (jijik). Pada film pertama, kita melihat bagaimana kelima emosi itu bekerja sama saat Riley harus pindah ke kota baru dan beradaptasi. Namun di Inside Out 2, keadaan menjadi lebih rumit. Riley bersiap mengikuti kamp hoki favoritnya, sementara tubuh dan pikirannya mulai mengalami perubahan khas remaja.
Perubahan ini mulai terasa ketika tombol “pubertas” tiba-tiba menyala di pusat kendali emosinya. Suara alarm menggema, menandai datangnya fase baru yang lebih kacau. Saat itulah muncul karakter emosi-emosi baru yaitu Anxiety (cemas), Embarrassment (malu), Envy (iri), dan Ennui (bosan). Kehadiran mereka perlahan mengambil alih, membuat Joy dan teman-teman lamanya tersingkir.
Dari semua emosi baru, Anxiety paling mencuri perhatian. Disuarakan oleh Maya Hawke, Anxiety digambarkan sangat sibuk, penuh rencana, dan selalu cemas. Dia berusaha melindungi Riley dari rasa gagal dan penolakan, namun upayanya justru membuat Riley merasa semakin tertekan. Riley mulai kehilangan rasa percaya diri dan berusaha menjadi orang lain demi diterima. Dari sinilah cerita berkembang, Joy dan teman-temannya harus berjuang untuk kembali menyelamatkan identitas Riley dari kecemasan berlebihan yang mengancam jati dirinya.
Selain Anxiety, ada juga Embarrassment, sosok besar, pemalu, dan sering menutupi wajah dengan hoodie. Karakter ini mewakili rasa malu yang mulai sering muncul di usia remaja, seperti saat Riley merasa kikuk atau takut terlihat aneh di depan orang lain. Meski jarang bicara, kehadirannya sangat lucu.
Envy juga muncul sebagai sosok kecil yang cerewet. Dia selalu merasa iri terhadap apa yang dimiliki orang lain, membuat Riley mudah merasa tidak cukup baik. Envy sering bikin Riley membandingkan diri dengan teman-temannya, sesuatu yang pasti relate dengan pengalaman banyak remaja.
Lalu ada Ennui, emosi bosan yang digambarkan cuek dan malas. Dia sering rebahan di kursi, bicara dengan nada datar, dan tidak peduli dengan sekitar. Ennui menunjukkan fase di mana hal-hal yang dulu menyenangkan mulai terasa membosankan seiring bertambahnya usia Riley.
Film ini menggambarkan transisi dari masa kecil yang penuh keceriaan menuju masa remaja yang mulai dipenuhi ketidakpastian. Kita semua pernah mengalami masa transisi ini, tiba-tiba merasa malu tanpa alasan, iri pada teman yang tampaknya lebih hebat, cemas akan masa depan, dan bosan dengan hal-hal yang dulu menyenangkan. Pixar menangkap semua itu dengan menyajikannya dalam visual yang kreatif, warna-warni, dan penuh simbolisme.
Dari segi produksi, Pixar kembali membuktikan kualitasnya. Visual dunia dalam pikiran Riley kali ini terasa lebih kompleks. Penonton diajak menjelajah ruang-ruang baru, seperti Vault of Secrets tempat Riley menyimpan rahasia-rahasia memalukan, serta konsep baru bernama Sense of Self yang digambarkan sebagai struktur rapuh yang terbentuk dari semua pengalaman dan keyakinan Riley tentang siapa dirinya. Ketika Anxiety berusaha membentuk Sense of Self versi baru yang kelihatan sempurna, ternyata justru membuat Riley tertekan. Dari sini kita bisa lihat, ekspektasi berlebihan terhadap diri sendiri itu bisa berbahaya.
Menariknya, banyak guru dan psikolog menggunakan Inside Out 2 sebagai alat bantu untuk menjelaskan dinamika emosi pada remaja. Emosi yang digambarkan dalam bentuk karakter-karakter lucu memudahkan mereka memahami perasaan. Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi media pembelajaran yang efektif.
Inside Out 2 hadir sebagai pengingat bahwa setiap emosi dalam diri kita memiliki tempatnya masing-masing. Film ini mengajak kita berhenti sejenak, mendengarkan diri sendiri, mengenang masa-masa sulit, memahami orang lain dengan baik dan menerima bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan.
Bagi saya, Inside Out 2 bukan sekadar tontonan. Film ini terasa seperti teman yang berusaha saling memahami. Ia menyadarkan kita bahwa menjadi manusia bukan sekadar mencari kebahagiaan, tetapi bagaimana kita bisa menerima dan berdamai dengan semua emosi. Tidak apa-apa merasa takut, sedih, marah, atau cemas. Justru dengan menerima semua perasaan ini, kita bisa tumbuh menjadi diri yang lebih utuh.
Inside Out 2 adalah film animasi yang benar-benar membuat saya berpikir dan tersentuh. Ceritanya sangat relate dengan kehidupan sehari-hari, terutama bagi yang sedang menjalani masa remaja. Buat kamu yang belum menonton, film ini layak masuk daftar tontonan. Selain menghibur, ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik. Semua perasaan itu penting dan layak diterima.
Penulis: ‘Afiifah, mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan dari Universitas Sebelas Maret. Tertarik pada film yang menggali emosi dan perubahan dalam diri manusia, serta menyukai novel bergenre fantasi.
Posting Komentar untuk "Film Inside Out 2: Merangkul Perubahan Emosi di Masa Remaja"
Posting Komentar