Ujug-Ujug Makjegagigs #3: Lepas Arahan dari Tempat Parkir
![]() |
| Foto: Rohmad Dwi |
Kembali ke Sukoharjo. Kabupaten yang
barangkali biasa saja. Tetapi, kabupaten ini menyimpan movement yang
semestinya kita bicarakan. Jika memang tidak bisa menjadi topik besar, maka
yang perlu kita tahu adalah Sukoharjo enggan padam. Sudah biasa apabila menjadi
masyarakat kabupaten tak mendapat ruang dalam bahasan utama.
Mereka (baca: Sukoharjo), terutama
teman-teman sebaya saya, berupaya menampilkan identitas dirinya. Yang melekat,
dan membebaskan batasan, dan tak peduli dengan wilayah tersebut akan disebut
sebagai “daerah”, “kota”, “pusat”, “pinggir”, dan dikotomi sejenis lainnya yang
menyebalkan. Mereka menghadirkan ruang ekspresi lewat Saling Pandang Gigs,
Keliling Kabupaten, Vomit Fest, dan yang baru saja tergelar, Ujug-Ujug
Makjegagigs #3 (14/11/2025).
Saya tidak asing dengan teman-teman yang
menginisiasi Ujug-Ujug Makjegagigs, sebagian besar adalah teman-teman yang rutin
hadir dalam lintasan hidup saya beberapa tahun lalu. Mungkin, kini, teman-teman
memiliki agenda harian yang lebih prioritas jika dibandingkan tahun-tahun
silam.
Ketika saya bertemu dengan mereka kemarin,
pertanyaan yang rutin muncul tak lain adalah menyoal kabar, sekarang ngupaya
upa di mana, hingga senyatanya gigs tetap menjadi medium pertemuan yang
paling mungkin. Cukup dengan poster. Tak perlu keraguan: nanti istrimu marah
atau ndak? Yang biasanya menjadi catatan khusus dalam berkontak.
Datang ke Makjegagigs #3 tak perlu
repot bertanya ke robot Megazord sebagaimana gelaran kedua. Makjegagigs kembali
di parkir area kampus Univet. Dulu, di gelaran kedua, drummer Sprayer, Om Bags,
kehilangan snare drum. Kejadian serupa terjadi kembali meski barangnya lain.
Rohmad, fotografer yang belum kenamaan, kehilangan jaketnya.
“Cah, gek dibalekne!”
Demikian catatan ringkas yang dapat saya
sampaikan. Paragraf berikutnya hingga akhir, saya
akan ngayawara. Mohon maaf sekali.
Pegal Linu dan Amukan Bapak-Bapak
Komplek
Umur tidak bisa bohong. Fisik tak lagi
seperti elang. Semangat justru makin serupa singa. Adalah kredo yang sulit
untuk ditanggalkan. Teman-teman masih menikmati musik yang terepresentasikan di
Makjegagigs, tetapi usai acara mereka mengatakan bahwa, ternyata sambatan fisik
itu nyata.
Sudah saatnya kampanye sebelum datang ke
gigs melakukan kardio digalakkan. Agar jantung terjaga, terlepas dari hendak
melekatkan kesan sangar, ngeri, dan tajam, kesehatan tetaplah penting. Apalagi
biaya kesehatan tidaklah murah, karena itu menjaga kebugaran adalah keputusan
subtil. Penting, perlu dilakukan. Jelas Pathetic Waltz, “Mulailah dari rumah
kita, sekarang/seterusnya!”
Aktivitas di tengah moshpit yang
kadang-kadang seperti medan tempur selayaknya menjadi alasan. Tidak ingin
seorang ibu mendengar kabar bila anaknya sakit, karena apa? Berjoget. Apalah
nanti kata tetangga bila hal itu menjadi rasan-rasan di lingkungan rumah. Kesan
yang coba dibangun, jadinya nanti malah runtuh. Hilang.
Malam itu, Sukoharjo memberikan presentasi
yang paripurna. Ingat, paripurna di sini jauh dari pengertian pertunjukan di
rumah dinas otoritas dengan narasi yang sundhul langit itu. Makjegagigs
menawarkan keparipurnaan pelukan teman, kehangatan jual-beli merchandise, hingga
sikap teman-teman merespons isu sepanjang 2025 yang medheni uwong ini.
Jauh dari itu, kepekaan lainnya adalah ketika kita turut berbahagia karena sebagian besar teman dapat merilis hal-hal terpendam. Sesuatu yang sepantasnya dilepaskan, memang sebaiknya dikeluarkan. Kemampuan mengayunkan tangan, kaki, dan kepala membuat mereka tak perlu jauh-jauh menimba ilmu ke Dagestan di bawah bimbingan Khabib Nurmagomedov.
Malam dengan angin semilir penuh emosional.
Doze Club, Sprayer, Note to Self, Poison Vomit, dan Senpo, datang serupa Fury
era perang dunia kedua. Sayangnya, beberapa kekuatan maha dahsyat itu tak
semuanya selesai melakukan presentasi. Dari beberapa cerita yang saya dengar,
terjadi kesalahpahaman, kali ini bukan teman-teman dengan warga komplek, tetapi
RT dengan warganya.
Seorang bapak-bapak datang penuh emosional,
ia merasa terganggu akan aktivitas Makjegagigs. “Bubar!” begitulah teriaknya.
Berulang, mungkin puluhan kali. Dan, berkat peristiwa itu, saya melihat respons
teman-teman yang makin semeleh. Mereka tidak mendebat panjang-lebar.
Sprayer yang sedang presentasi merelakan waktu sisa presentasi demi acara
semacam ini dapat bernapas lebih panjang pada waktu berikutnya.
Poison Vomit yang tak sempat presentasi pun
dapat menerimanya. Begitulah, realitas kabupaten. Tidak apa-apa. “Mboten
punapa,” barangkali itu yang dikatakan teman-teman bila gigs diandaikan sebagai
rapat RT karena usulan mereka tak diindahkan siapa pun yang hadir.
Rasan-rasan pun berlanjut, namun
menanggalkan bapak-bapak itu. Sudah cukup. Kini, obrolan kami makin beragam.
Tidak hanya menyoal gigs, kolektif, dan pergerakan saja. Obrolan bercabang ke
berbagai hal. Mulai dari keluarga—sebagian teman sudah berkeluarga, usaha,
pekerjaan, hingga kisah personal yang lebih banyak kecewanya daripada
bahagianya.
Saya sepakat dengan yang dikatakan Om Bags
ketika kami bertemu di sesi dengar album Kalatidha milik Down For Life
di Lokananta akhir 2024 lalu. “Sak iki nek ketemu cah-cah mung pas ngene iki
ya, Rud. Mung pengin takon kabar,” ungkapnya. Saya merasakan betul ungkapan Om
Bags. Meski lingkar geografis Solo Raya mung sak umprit, rasanya untuk
bertemu saja tidak mudah.
Dan, Makjegagigs, berikut acara serupa yang
digarap teman-teman lainnya rasanya sangat intim: pertemuan. Seraya itu, saya
juga ingat yang disampaikan panjang-lebar oleh Om Bags dalam acara Musik Biasa
Saja di Kedai Lahan Subur, bahwa fondasi satu sama lain antarkomunitas adalah
teman-teman, sehingga memang perlu dirawat. Meski, mungkin ditemui perdebatan
menyoal pandangan, gerakan, dan turunan sejenis lainnya, ikatan mesti tetap
dipertahankan sekalipun lewat pertanyaan sederhana: “Sehat, cah?”
Itulah yang saya maksud paripurna dari
garapan teman-teman. Mungkin, narasi yang terbangun penuh dengan teriakan.
Namun, percayalah, di luar itu isinya adalah kehangatan. Memang tak ada
deskripsi detail yang menjelaskan apa yang dibicarakan, bagaimana kelanjutannya,
atau seperti apa wacananya. Kekuatan itulah yang membuat teman-teman ada, dari
parkiran, meski tak ada yang mengarahkan, “Kiri, Mas!” atau “Banting kanan,
Mas!”
.jpg)
Posting Komentar untuk "Ujug-Ujug Makjegagigs #3: Lepas Arahan dari Tempat Parkir"
Posting Komentar