Sekali Lagi, Anarkisme bukanlah Kekacauan
Belakangan
ini, hiruk-pikuk yang terjadi di Indonesia tidak terbendung lagi. Dirasa-rasa
permasalahan yang terjadi bukan lagi secara horizontal melainkan vertikal. Sebab jika kembali sejenak pada penghujung Agustus 2025 lalu, aksi terjadi di
mana-mana, bahkan secara serentak. Diawali dari lisan beberapa legislator yang
menginjak rendah harga diri rakyatnya sendiri, tanpa berpikir panjang mereka
menganggap kita sebagai debu rokok di asbak yang kusam, dengan kata lain, tidak
bernilai. Seorang dosen yang cukup aktif di X pernah menyampaikan, bahwa
parlemen itu hanya modal omong tetapi memiliki kekuatan hukum dan politik, oleh
karena itu tidak bisa asal jeplak saja. Heran, mereka tidak pernah berpikir
sejauh itu hingga beruntun ke masalah-masalah yang lebih besar. Bukan hanya
akademisi, mahasiswa, buruh, namun seluruh masyarakat sipil yang mereka buat
geram.
Dilihat
dari kejadian serentak di penghujung Agustus itu, Indonesia terlihat kacau. Api
di mana-mana, jalan berantakan, hingga kebisingan yang tidak berhenti pada
malam hari sekalipun. Namun, itulah bahasa terakhir agar mereka pahami. Bukan
membenarkan kekacuan yang terjadi pada waktu itu, tetapi itulah suara yang
setidaknya mereka bisa dengar dan renungi bersama di dalam gedung mewah itu.
Adapun hal yang lebih menarik perhatian dari kekacauan tempo lalu adalah bahwa itu merupakan tindakan anarkisme atau anarkis, dari ruang publik hingga ke
ruang-ruang akademisi, stigma anarkisme adalah kekacauan selalu dibawa-bawa. Padahal
stigma mengenai anarkis sama dengan kekacauan dan malapetaka lahir dari mulut
politisi-politisi terdahulu untuk mendeskripsikan dengan mudah kekacauan itu
sendiri. Dan, miskonsepsi ini selalu terjadi.
Anarkisme
bukanlah kekacauan, melainkan sebuah ideologi politik dan seorang anarkis
bukanlah orang biadab yang tidak kenal belas kasih. Malahan sebaliknya. Seorang
anarkis percaya bahwa tidak ada yang lebih bisa diharapkan selain menjalani
semua secara kolektif tanpa adanya suatu hierarki yang mengikat. Karena semua
bentuk penindasan bahkan sekecil apapun itu lahir dari hierarki. Seorang
anarkis selalu memikirkan bagaimana setiap orang mendapatkan hak-hak yang sama.
Anarkisme
adalah jawaban untuk mencoba kondisi sosial yang baru, kondisi yang didasari
oleh kolektif dan setara hingga akhirnya menciptakan kesejahteraan. Pemikirkan
ini berakar dari Proudhon, dan dikembangkan lagi oleh Mikhail Bakunin, hingga di
zaman modern oleh Noam Chomsky. Mereka membawa ide yang sama yaitu, kebebasan
individu, ketidaksetujuan dengan segala bentuk otoriter, masyarakat tanpa
kelas, hingga dunia baru yang egaliter. Anarkisme itu obat bagi mereka yang
muak dengan bentuk penindasan, bahkan sekecil apapun.
Penulis: Muhammad Dwiky, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Editor: A.
Posting Komentar untuk "Sekali Lagi, Anarkisme bukanlah Kekacauan"
Posting Komentar