Sebuah Refleksi Kecil Untuk Merayakan Kegelapan di Doom-Dust-Witchcraft

Sathar Sonaar | Foto: Rohmad Dwi

Kamis malam, 30 Oktober, udara Surakarta terasa cukup dingin dan lembap selepas diguyur hujan.  Di tengah suasana itu, Wellbeing Records menggelar showcase bertajuk Doom-Dust-Witchcraft, seri pertama dari Last Living Ceremony Vol.1.  1999 Social Bar, Solo jadi tempat terhelatnya showcase ini. sebelum acara mulai ada sesi Talkshow yang membahas tentang showcase dan EP dari Sathar Sonaar, selaku headliner dari gigs yang bertajuk Doom-Dust-Witchcraft ini. Para penonton mulai berdatangan, silih berganti, saling sapa, sebagian duduk di depan sembari menunggu performer sebelum tampil, sebagian lagi berdiri di depan stage yang terlalu rendah untuk disebut panggung.

Daffa/Lab Talks bersama Kukuh, Nano | Foto: Rohmad Dwi

Silversky membuka malam pukul 19.17 WIB. Unit doom-gaze/stoner rock ini membangun atmosfer berat dan mendalam. Gitar berdengung panjang, drum tempo lambat, dan suara vokal muncul samar dari balik efek kabut dari belakang panggung. Penutup set mereka jadi momen paling hangat, mereka mengcover lagu Surya Tenggelam (1978) milik almarhum Chrisye, dibawakan dengan vokal Rima dari Pvrplehaze. Lagu itu berubah jadi refleksi di tengah distorsi tebal, semacam penghormatan kecil yang terasa tulus.

Silversky | Foto: Rohmad Dwi

Berikutnya ada Louis dari Sukoharjo. Mereka mengambil alih panggung pada pukul 20.03 WIB. Proyek lain dari Kukuh Priyambodo (Sathar Sonaar) ini tampil dengan energi yang padat dan penuh gairah. Overdrive gitar dan bass mereka membentuk suara yang tebal, sementara sang drummer Christyant bermain liar dan ekspresif. Meski cuma tiga puluh menit, Louis berhasil menyalakan semangat crowd dengan intensitas yang jujur dan tak dibuat-buat.

Louis | Foto: Rohmad Dwi

Mengisi pergantian line up Pvrplehaze mulai naik ke stage pada pukul 20.55 WIB. Mereka masih membawakan materi lama seperti Precognition, Fear, dan Tigris (2021). Pvrplehaze, kini dipandu oleh Rima di vokal. Nada-nada berat mereka berpadu dengan musik melayu yang lembut, menciptakan semacam trance di antara dentuman bass dan feedback gitar. Bongkar pasang dan Bertambahnya personel juga jadi tanda tongkat estafet yang terus berlanjut.

Pvrplehaze | Foto: Rohmad Dwi

Krisis Nasional tampil setelahnya, menabrak ekspektasi penonton dengan set instrumental noise berdurasi tiga puluh menit. Tak ada vokal, hanya lapisan noise dan feedback yang bergema panjang. Di antara kebisingan itu, penonton malah diam, terpaku, seolah sedang menyaksikan sesuatu yang sakral tapi seolah tak bisa dijelaskan. Krisis Nasional membawa showcase kali ini kedalam nuansa atmosferik dengan balutan suara techno dan noise. Suara bising itu menggema sepanjang 30 menitan sebelum akhirnya penampilan dilanjutkan oleh Sathar Sonaar.

Sathar Sonaar | Foto: Rohmad Dwi

Malam ditutup oleh Sathar Sonaar pada pukul 22.00 WIB.  Sathar Sonaar membawa semua energi tadi ke titik klimaks. Mereka memainkan materi dari EP Dervishes (2024) dengan kepercayaan diri yang kuat. Blow Your Mind jadi pembuka, diikuti lagu Dervishes dan beberapa materi lain. Suara gitar mereka membentuk pusaran psychedelic yang melayang di udara, sementara ritme drum terasa seperti mantra yang memanggil sesuatu dari dalam diri penonton. Mereka sempat membawakan lagu Kula Shaker dengan nuansa yang psychedelic yang cukup kental, lalu menutup dengan When All The Jokes Come To Me (2025) sebuah lagu  yang  ditulis oleh sang vokalis Kukuh Priyambodo. Mengisahkan perjalanan kehidupan yang penuh penyesalan dan keindahan. Entah perayaan atau perpisahan, malam itu jadi momen kecil untuk merayakan kegelapan, sebuah bentuk kebersamaan yang lahir dari gema, distorsi, dan kehangatan di 1999 Social Bar, Solo.

Penulis: Gense Nara
Editor: A.


Dokumentasi lain:

Penonton | Foto: Rohmad Dwi

Divisi Tiket | Foto: Rohmad Dwi

Swaka Sablon & Tim | Foto: Dok. Rohmad Dwi

Posting Komentar untuk "Sebuah Refleksi Kecil Untuk Merayakan Kegelapan di Doom-Dust-Witchcraft"