Selayang Pandang: 10 Tahun The Suse Band dari Kabupaten Sukoharjo
![]() |
Foto: Wisda Bintang |
The Suse terbentuk tahun 2015 di Sukoharjo/Serenan dengan alibi menjadi band hardcore punk yang mentah tapi kami sudah gagal memainkanya pada saat pertama kali terbentuk. Dengan didorongi rasa penasaran akan kesenengan kami berempat yang suka mendengarkan Ramones, Misfits, Dead Kennedys sampai Black Flag dan Minor Threat yang saat itu masih di bangku sekolah SMA/SMK akhirnya memutuskan untuk membuat band yang didasari dengan pondasi tersebut. Formasi awal Dian (Bass), Muhsin (Guitar), Ronna (Drum), Gandung (Vocal) memutuskan masuk ke studio dengan kali pertama memainkan lagu dari Ramones - Blietzkrieg Bop dan Black Flag - Nervous Breakdown dan disusul terciptanya lagu yang kami buat sendiri Real Problem yang saat ini berjudul Can’t Be the Best.
Nama The Suse sendiri kami ambil dari nama Su (Sukoharjo) di mana menjadi tempat kami tumbuh berkembang bersama dan SE (Serenan) adalah sebuah desa di perbatasan Sukoharjo dan Klaten secara administratif desa ini masuk ke wilayah Kabupaten Klaten di mana desa tersebut menjadi tempat tinggal Dian dan Ronna, pada awal band ini keluar kami sempat malu-malu menyebutkan arti atau akronim tersebut lalu kami plesetkan menjadi Super Semar kadang juga Suseno kadang juga Suharto Setan! Yah layaknya anak SMA/SMK yang penasaran dengan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang memuat G30S hanya 1 halaman saja.
Seiring berjalannya waktu kami membentuk demo yang kami rekam sendiri menggunakan handphone ada beberapa track yang sudah kami buat di situ Feelin' Strange, Listen to Black Flag, Bad! But, I'm Happy!, Who Are They!?, Can’t Be the Best! yang pada saat itu kami rilis dalam bentuk kaset yang dikopi satu persatu menggunakan kaset bekas yang kami timpa menggunakan rekaman dari HP tersebut. Kemudian dengan modal materi demo tersebut kami rekam ulang di Winsome Studio dan di mixing mastering dikerjakan oleh teman kami di FRM Studio. Outputnya kami rilis split dengan band dari Wuppental Germany, Nerv di tahun 2018 dalam format 3” CD-R yang semuanya masih kami upayakan sendiri yang dibarengi juga dengan merilis T-Shirt dengan cover dari album split tersebut yang dibuat oleh Muhsin dan kawan kami Amri.
Show pertama kami di Sukoharjo dengan kesibukan pekerjaan Gandung yang mengharuskan merantau di luar kota, kami dibantu seorang teman bernama Fatihah sebagai vocal, first show yang akan selalu kami ingat dan menjadi momen tak terlupakan dikemudian hari.
Dengan materi yang sama dengan split album tersebut kami juga dibantu dalam perilisan berbentuk kaset pita dirilis oleh kawan kami di Yogyakarta yaitu Above.ltd di tahun 2021 yang pada saat itu hanya dicetak beberapa kopi saja dengan sampul yang dibuat oleh teman kami Kolegaroom, dengan berisi 5 track dan satu bonus track dari Minor Threat - Small Man Big Mouth yang kami rekam dengan menggunakan sisa waktu di studio.
Tahun berganti suntuk dengan kegiatan yang begitu-begitu saja, akhirnya kami membuat single yang berjudul Walk of the Unknown dan Linear Song for the Linear People (2022). Gitar, Bass kami rekam di FRM Studio, Drum dan Vocal di Winsome Studio. Kemudian untuk urusan mixing mastering oleh Nekrolabs dari Bandung. Twin single tersebut kami rilis via streaming digital platform beberapa minggu berlalu kami juga merilis EP Self Titled (2022) yang berisikan semua track di album split yang kami re-mixing mastering juga di Nekrolabs.
Album split pun berulang kembali dengan materi yang sama ditambah materi twin single Walk of the Unknown dan Linear Song For the Linear People dan di kurangi 1 track Who Are They!?. Perilisan dalam format CD-R split album (2023) dengan Narcholocos (Yogyakarta) dibantu Samstrong Records dan Innercity Uprising (Australia) memang dalam perilisan kami hanya mengulang materi yang sama tetapi ada satu hal yang kami yakini bahwasanya pengkaryaan itu harus disebarluaskan. Mengingat rilisan kami sebelumnya juga dicetak limited atau terbatas jadi tidak ada salahnya bila diulang dengan format yang berbeda.
Di tahun 2023 karena didasari kesibukan perkerjaan akhirnya Gandung memutuskan untuk undur diri lalu untuk posisi vocal diisi Anggit dari Kacamata Merah dan Jamur Pestipal dengan masuknya Anggit ternyata juga membawa perubahan yang signifikan dalam pengolahan materi baru kami, tentunya dengan gaya baru yang lebih lugas dan straight to point. Tempo lebih cepat dari sebelumnya pelirikan juga disepakati dengan Bahasa Indonesia agar maksud dan tujuan lebih sampai ke pendengaran teman-teman kami.
Masuknya Anggit sebagai vocal menghasilkan karya segar dengan merilis single berjudul Jawara Tanggung (2025) khususnya merespon kekerasan dalam sebuah gigs dan tentunya kekerasan yang dilakukan oleh negara pada rakyatnya.
Sebelum mengakhiri tulisan sepertinya perlu untuk mendokumentasikan serta menyebarkan semangat kolektif dalam band ini. Mencoba selalu konsisten dalam melakukan hal-hal kecil untuk kebertahanan seperti: sebagian hasil penjualan merch untuk gotong royong mengorganisir gigs, membeli peralatan penunjang kenyamanan bermain ada simbal, tas, stik drum, kabel, dll. Tentu dibeli dengan uang yang dikelola band, bukan uang pribadi. Tak ada salahnya kita coba untuk menghidupi band ini dengan apa yang dikerjakan oleh band ini.
Salam dari kami Super Semar!
Connection:
The Suse
Kabupaten Sukoharjo.
Penulis: Aronna Jati Pamungkas, seorang bapak, pekerja dan drummer.
Editor: A.
Dokumentasi:
Posting Komentar untuk "Selayang Pandang: 10 Tahun The Suse Band dari Kabupaten Sukoharjo"
Posting Komentar