Eksplorasi Visual "Daughter to Father" dan First Show Mare Sagara

 
Foto: Syintya

Jumat malam (18/07), sekelompok pegiat musik dan penikmat seni di Kota Solo disuguhi acara yang beda dari biasanya: screening music video (MV) Mare Sagara bertajuk Daughter to Father, sekaligus penampilan live perdana mereka. Acara ini terasa intim, hangat dan kental nuansa emosional. Bisa dibilang momen healing kolaboratif yang jarang ditemui di kultur gigs lokal.

Tentang Mare Sagara: Persahabatan Jadi Gelombang Musik Baru
Mare Sagara sendiri adalah kolaborasi otentik antara Andreas Novi (panggung: jenius di balik musik) dan Febriana (penyair dengan napas sastra yang kental). Mereka, dua kawan dari jantung Surakarta, sepakat menulis dan mengaransemen musik tanpa sekat genre. Kalau ditelusuri, Febriana punya rekam jejak sastra dan musik yang udah nempel sejak kecil, ditambah warisan selera jazz-blues dari sang ayah. Sementara Andreas, yang udah malang melintang di skena independen sejak 1995, terbiasa nge-mix street punk, metal, hardcore sampai keroncong tetangga. True music explorer. Di akhir 2024 mereka lebih dulu menulis lagu Morning Stanza (belum dirilis) mengawinkan puisi dan trip hop dalam satu tarikan napas. Chemistry mereka di Mare terwujud dalam suara atmosferik dan lirik bernuansa reflektif—literasi dan musikalitas dalam satu ekosistem.

Screening & Cerita di Balik MV Daughter to Father
MV berdurasi 4:29 menit ini jadi highlight malam itu. Nggak cuma soal musik, tapi juga visual dan simbolisasi: mulai dari cat merah, jam pasir, bunga bercahaya, hingga landscape gunung. Semua digarap dengan niatan akademis (Ya, Mas Franco selaku desainer visual ngulik makna filosofis tentang relasi anak dan bapak, cinta pertama anak perempuan, hingga waktu yang kekal). Diskusi pun mengalir, mulai dari pemilihan kain merah dan putih (yang katanya sebagai metafora darah, akarnya nggak bisa bohong), inspirasi visual dari film Jepang A Snake of June (2002), sampai tone warna yang bukan sembarangan. Tiap penonton diminta berani menginterpretasi sendiri, karena, kata Mas Gusur, lagu dan video ini biarlah diterjemahkan perasaan, enggak perlu dipakem-pakemin. Dari sudut lain, ada juga yang ngulik kenapa nama Mare sempat berubah jadi Mare Sagara di Instagram, ternyata hasil kerjasama spontan yang akhirnya justru bikin identitas makin lekat.



Refleksi Personal & Referensi Musik yang Eclectic
Nggak cuma soal teknis, sesi tanya jawab di acara ini penuh insight subyektif yang relate: ada yang merasa diingatkan pada kenangan masa kecil, ada yang tersentuh sebagai ayah, bahkan ada yang nangkep pesan leveled up tentang hubungan anak perempuan dengan ayahnya, sampai karyanya jadi refleksi harapan dan ingatan pribadi. Referensi musik Mare? Multi-genre dari punk sampai dub, experimental dan beyond enggak membatasi diri, malah embracing diversity.

Penutup:  Kolektif Gigs & Selebrasi Kecil-Kecilan
Akhir acara ditutup MC dengan ucapan terima kasih untuk komunitas dan Bonrodjo Musik yang udah support MV ini, dan venue 1999 Social yang jadi saksi perjalanan Mare Sagara. Sebagai penutup, penampilan Devilicia jadi mood booster sebelum malam benar-benar usai. Jadi, kapan lagi bisa nonton MV sekeren ini penuh simbol, diskusi sarat meaning, plus vibes supportive dari teman-teman kolektif. 

Penulis: Chairel Daffa Amru
Editor: A.


Dokumentasi:
Franco, Gusur, Andreas, Febriana | Foto: Syintya


Posting Komentar untuk "Eksplorasi Visual "Daughter to Father" dan First Show Mare Sagara"